Depok | pikiranrakyat.org – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok tengah mengembangkan peraturan baru untuk menindak tegas para pelaku parkir liar dan akan menjadikannya sebagai dasar hukum untuk memberlakukan sanksi bagi pelanggar.
“Kami menyadari bahwa saat ini belum ada payung hukum yang memadai untuk menindak para pelanggar parkir liar. Sejauh ini, penertiban hanya dilakukan melalui sosialisasi dan tindakan persuasif, dengan hanya memberikan surat peringatan tanpa sanksi yang cukup efektif,” ujar Ari Manggala, Kepala Bidang Bimbingan Keselamatan dan Ketertiban, Dinas Perhubungan Depok, Jumat (28/07/23).
Dengan adanya peraturan baru ini, diharapkan masyarakat akan lebih sadar akan pelanggaran yang mereka lakukan, sehingga dapat mencegah terjadinya tindakan serupa di masa mendatang.
Meski demikian, pihak Dishub masih mempertimbangkan besaran denda yang akan dijatuhkan kepada para pelanggar. Rencananya, nilai denda tersebut akan disusun dengan matang agar memiliki efek jera yang cukup signifikan.
Dalam upaya penyusunan peraturan tersebut, pihak Dishub telah melakukan studi banding ke Provinsi DKI Jakarta untuk mempelajari cara penindakan dan besaran denda yang diterapkan di sana.
“Kami melakukan studi banding terkait penindakan dan besaran denda di DKI Jakarta. Salah satu peraturan yang diterapkan di sana adalah penderekan dan penundaan operasi kendaraan atau pengandangan, dengan besaran denda harian sebesar Rp 500 ribu,” ungkap Ari.
Namun, pihak Dishub Depok juga menyadari bahwa besaran denda sebesar itu dihitung harian dapat dirasakan cukup berat bagi pelanggar. Oleh karena itu, pihaknya tengah menggodok tarif maksimum untuk sanksi tersebut, dengan pertimbangan agar tidak terlalu memberatkan pelanggar.
Proses penyusunan peraturan ini masih berlangsung dan diharapkan akan selesai pada akhir bulan ini. Setelah itu, peraturan akan diserahkan kepada Kepala Dishub Kota Depok dan selanjutnya kepada Wali Kota Depok.
“Kemungkinan nanti peraturan ini akan berbentuk Peraturan Walikota (Perwal), karena proses pembuatan Peraturan Daerah (Perda) memerlukan waktu yang lebih panjang,” pungkas Ari. (Roni)