DEPOK | Pikiranrakyat.org – Momentum Rapat Paripurna DPRD Kota Depok dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-26 Kota Depok pada Jumat (25/4/2025), menjadi panggung refleksi dan penyampaian harapan bagi para legislator. Bagi Siswanto, anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pengalaman mengikuti paripurna HUT Depok untuk pertama kalinya justru meninggalkan kesan mendalam.
Atmosfer keberagaman budaya, kata Siswanto, tampak menonjol dari ragam busana adat yang dikenakan para anggota dewan. โIni pertama kalinya saya menghadiri paripurna HUT Depok dan kesannya luar biasa. Tidak hanya pakaian adat Betawi yang tampil, tapi juga dari berbagai daerah. Saya sendiri memadukan atasan Betawi dengan bawahan Jawa, ada juga yang mengenakan unsur Batak dan Minang. Ini mencerminkan pluralitas budaya yang hidup berdampingan secara harmonis di Depok,โ ungkapnya.
Ia menilai semangat keberagaman tersebut selaras dengan karakter Kota Depok yang multikultural. โInilah kekuatan kita dalam membangun daerah: saling menghargai dan menguatkan,โ tambahnya.

Lebih jauh, Siswanto menyambut positif arahan strategis yang disampaikan Wali Kota Depok Supian Suri, bersama Wakil Wali Kota Chandra Rahmansyah, khususnya semangat โlari kencangโ dalam pelaksanaan program pembangunan. โKalau kepala daerah ingin melaju dengan kecepatan tinggi, tentu membutuhkan kolaborasi legislatif. DPRD harus siap mengakselerasi fungsi pengawasan dan legislasi untuk mendukung eksekutif,โ tegasnya.
Menurut Siswanto, komitmen percepatan itu juga merupakan pesan kuat bagi seluruh jajaran perangkat daerah. โPejabat dinas perlu meningkatkan performa. Jika tidak mampu berlari dalam irama yang sama, maka akan tertinggal,โ ujarnya.

Dalam konteks kebijakan prioritas, Siswanto menyebutkan tiga persoalan mendasar yang perlu segera dituntaskan, yakni kemacetan lalu lintas, persoalan lingkungan hidup (terutama pengelolaan sampah), serta peningkatan kualitas pendidikan. Isu sampah, menurutnya, menjadi sorotan utama mengingat kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung saat ini sedang dalam status sanksi administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
โVolume sampah di Depok sudah mencapai 1.300 ton per hari. Solusi seperti budidaya maggot memang menarik, tetapi belum cukup signifikan. Kita memerlukan pendekatan kebijakan yang lebih holistik dan terstruktur, mulai dari hulu hingga hilir,โ tandasnya.

Mengenai kebijakan holistik dan terstruktur, dengan seksama, Siswanto juga menekankan pentingnya penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pengelolaan sampah yang tengah dibahas oleh Pansus 2 DPRD. โSaya tekankan agar regulasi ini jangan hanya menjadi dokumen formalitas. Harus ada sanksi tegas namun edukatif, agar masyarakat sadar bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab bersama,โ imbuhnya.
Dalam kesadaran akan lingkungan, Ia turut menyoroti lemahnya pengawasan terhadap praktik pembuangan sampah ilegal, terutama oleh kendaraan berpelat hitam yang kerap keluar-masuk ke TPA Cipayung. โSistem open dumping yang masih berlaku membuat pengelolaan sampah menjadi rentan penyalahgunaan. Kita butuh sistem yang lebih modern seperti insinerator agar proses pembuangan lebih terkendali dan akuntabel,โ ujarnya.
Sebagai bentuk pendekatan kultural, Siswanto juga mendukung inisiatif penyebarluasan fatwa keagamaan mengenai larangan membuang sampah plastik sembarangan. Namun, ia menegaskan bahwa fatwa tidak akan efektif jika tidak ditopang oleh fasilitas publik yang memadai. โKesadaran moral perlu didorong, tapi harus didukung oleh ketersediaan sarana, seperti tempat sampah yang tersebar merata,โ pungkasnya.