DEPOK | Pikiranrakyat.org – Di balik kemegahan Kota Depok yang kini berusia 26 tahun pada 27 April 2025 ini, tersimpan kisah sejarah yang jarang diungkap. Bukan hanya tentang kejayaan atau perkembangan kota, tetapi juga tentang warga-warga yang harus terbuang dari peradaban Depok karena memilih mempertahankan keyakinannya.
Sebagaimana dicatat dalam berbagai sumber sejarah, sebelum menjadi kota modern seperti sekarang, Depok merupakan kawasan yang dibangun oleh Cornelis Chastelein, seorang perwira VOC yang membeli tanah seluas 12,44 km persegi pada 18 Mei 1696. Chastelein kemudian mendirikan komunitas baru bernama De Eerste Protestante Organisatie van Christenen (DEPOK), dengan misi menyebarkan ajaran Kristen Protestan.

Para pekerja yang sebagian besar berasal dari wilayah timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, hingga Bali, dipekerjakan untuk mengelola lahan pertanian dan perkebunan di Depok. Dalam surat wasiatnya, Chastelein membebaskan para budaknya dan menganugerahi mereka sebidang tanah, namun dengan satu syarat mutlak: mereka harus memeluk ajaran Kristen Protestan.
Di sinilah babak kelam sejarah Depok bermula. Mereka yang menolak dibaptis dan tetap mempertahankan keyakinan lamanya, dipaksa meninggalkan komunitas Depok Lama. Mereka ‘dibuang’ dan dipindahkan ke wilayah lain yang lebih terpencil, seperti Mampang, Grogol, Srengseng, dan kawasan lain di sekitar Depok. Sejarah ini memperlihatkan bahwa sejak awal, Depok tumbuh bukan hanya dari cerita tentang persatuan, tetapi juga dari dinamika ketat antara kekuasaan, agama, dan hak individu.
Sementara itu, 12 marga yang menerima ajaran baru dan dibaptis, yaitu Bacas, Isakh, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Zadokh, serta Laurens, tetap tinggal dan menjadi cikal bakal komunitas elit “Belanda Depok.” Mereka mendapatkan hak atas tanah, belajar bahasa Belanda, bercocok tanam, dan mempertahankan struktur sosial yang diwariskan hingga kini.

Sisa-sisa peradaban mereka masih bisa dilihat di Depok Lama, terutama di Jalan Pemuda, yang dipenuhi rumah-rumah tua bergaya Eropa dan gereja-gereja peninggalan masa kolonial.
Sejarah ini mengingatkan kita bahwa Depok bukan sekadar lahir dari pembangunan fisik, tetapi juga dari perjalanan panjang tentang penerimaan, penolakan, perjuangan, dan pengorbanan. Kisah mereka yang terpinggirkan dari Depok Lama menjadi bagian penting dari narasi sejarah yang perlu dikenang, agar generasi muda memahami betapa rumitnya perjalanan kota tercinta ini.
Selamat Ulang Tahun ke-26, Kota Depok! Mari terus membangun Depok yang lebih adil, menghargai perbedaan, dan memelihara sejarahnya dengan penuh kebijaksanaan.