DEPOK | Pikiranrakyat.org – Di balik gegap gempita program sejuta pohon matoa menyambut Hari Bumi ke-55, bara lama kembali menyala di Depok. Polemik lahan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) mencuat lagi, seiring dengan kemunculan proyek anyar bernama Pondok Pesantren Internasional Indonesia (PPIII) yang dibangun di atas tanah yang masih dililit sengketa hukum.
Langkah UIII tersebut menuai kecaman keras. Suherman Bahar, kuasa hukum Yohanna De Mayers, pihak yang mengklaim kepemilikan sah atas lahan, menilai proyek PPIII adalah manuver halus namun berbahaya untuk menguasai lahan secara sepihak.
โIni adalah skenario terselubung. UIII mencoba memanfaatkan proyek pendidikan untuk menyamarkan aksi perampasan lahan. Ini tidak bisa dibiarkan,โ tegas Suherman, yang juga menjabat sebagai Ketua Markas Cabang Laskar Merah Putih (LMP) Depok, Rabu (23/4/2025).
Mengenai pembangunan Pondok Pesantren internasional di kampus UIII, dengan tegas Suherman juga menyebut bahwa Presiden Joko Widodo maupun Presiden terpilih Prabowo Subianto belum pernah meresmikan kampus UIII, sinyal kuat bahwa status lahan yang belum jelas menjadi alasan utama.
Selain itu, bukti kepemilikan sah dan dugaan sertifikat cacat hukum, pihak Yohanna De Mayers mengklaim memiliki dasar hukum yang kuat atas tanah tersebut sejak tahun 2005. Adapun tiga bukti Eigendoms Verponding yang mereka pegang adalah:
– EV No. 488 seluas 2.044.250 mยฒ
– EV No. 448 seluas 977.500 mยฒ
– EV No. 23 seluas 163,660 hektare
Tak hanya itu, mereka juga mengantongi surat ukur resmi dari Kanwil BPN dan balasan dari BPN Kota Depok yang menyatakan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh pihak lain dilakukan tanpa seizin ahli waris.
Suherman bahkan menyoroti kejanggalan atas penerbitan Sertifikat Hak Pakai No. 00002/Cisalak oleh Kementerian Agama yang disebut-sebut berasal dari hibah RRI. โDokumen itu penuh cacat administratif. Jika dipaksakan, ini jelas praktik mafia tanah yang mengatasnamakan pembangunan,โ tegasnya.

Ketua LMP juga mengungkapkan terkait markas dibongkar paksa rakyat kecil tersingkir. Aksi sepihak tidak berhenti di proyek pembangunan, Suherman mengecam keras pembongkaran markas Laskar Merah Putih oleh Satpol PP Depok yang mengaku sebagai bagian dari tim terpadu UIII. Ironisnya, tindakan tersebut dilakukan tanpa surat eksekusi pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
โKami diperlakukan seperti penjahat, padahal yang kami perjuangkan adalah hak rakyat. Ini pelecehan hukum,โ ujar Suherman.
Pihaknya telah mengirim surat resmi kepada Wali Kota Depok Supian Suri dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk turun tangan langsung menyikapi situasi ini.
Selain surat resmi, tuntutan audit total dan keberpihakan Negara, LMP menuntut audit menyeluruh atas proyek UIII, terutama terkait penggunaan anggaran negara dalam proses pembebasan lahan. Kuasa hukum juga mendesak agar semua sertifikat tanah yang terbit diperiksa keabsahannya.
โNegara jangan tutup mata. Ini bukan soal kampus atau pesantren, ini soal hak rakyat yang diinjak-injak. Kami minta Presiden, Menteri Agama, dan semua pihak bertanggung jawab melakukan pembenahan total,โ tutup Suherman dengan nada tinggi. (red)