Jakarta | pikiranrakyat.org – Achmad Yunus, Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute, menanggapi indikasi korupsi di empat Dana Pensiun (Dapen) selain PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. Ia menyarankan agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak memiliki kompetensi mengelola dana pensiun dibubarkan.
“Sebab tidak semua BUMN memiliki kompetensi bisnis dalam mengelola dapen, sehingga dapen yang ada cenderung dikelola sekenanya”, terangnya, Senin 12/6/2023.
Setelah dibubarkan, Achmad menyatakan agar dana pensiun dialihkan ke Badan Usaha Milik Negara yang sudah ada yang mengelola dana pensiun. Saat ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara sedang menyelidiki keempat dana pensiun tersebut. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara II Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya mengatakan ada 22 dana pensiun dengan rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen.
Di antara seluruh dana pensiun, Kartika menyebut ada 16 dana pensiun dengan hasil investasi di bawah 6 persen, bahkan ada yang di bawah 1 hingga 2 persen, seperti Pelindo. Dia menilai angka 2 persen itu tidak masuk akal, dan pasti ada yang tidak beres.
Situasi ini juga menjadi perhatian Bhima Yudhistira, Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios). Dia tidak mengerti bagaimana instrumen investasi hanya bisa menghasilkan imbal hasil kurang dari 2 persen.
Padahal, menurut dia, dana pensiun tidak perlu bersusah payah memilih produk investasi. Dia mencontohkan, dana pensiun bisa dengan mudah menginvestasikan dananya di surat utang negara (SBN) yang secara otomatis memberikan imbal hasil di atas 6 persen.
Di sisi lain, Bhima menegaskan obligasi pemerintah merupakan instrumen investasi yang sangat aman. “Ada dana pensiun yang terlibat saham spekulatif dan perlu dilacak karena skemanya mirip dengan kasus Asabri dan Jiwasraya,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 6 Juni 2023.
Dia kemudian mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaudit pengelola dana pensiun yang tidak amanah. Pemeriksaan yang dia usulkan harus mencakup pemeriksaan apakah ada manipulasi dengan manajer investasi atau perusahaan yang sahamnya dimiliki dana pensiun itu bermasalah.
Menyikapi hal tersebut, OJK menyatakan akan terus mendorong penguatan tata kelola dan manajemen risiko dana pensiun agar lebih baik dan prudent. OJK juga mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk memastikan kebutuhan dana menutupi defisit tersebut.
“Namun demikian saat ini OJK masih menunggu hasil assesment dari tim Kementerian BUMN”, ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ogi Prastomiyono usai Rapat Dewan Komisioner secara virtual, Selasa, 6/6/2023.(Arf)