Depok | pikiranrakyat.org – Humas Pengadilan Negeri (PN) Depok, Divo Ardianto, dengan tegas menyatakan bahwa status tanah Bojong yang saat ini dikuasai dan digunakan oleh Kementerian Agama RI untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) berada dalam keadaan status quo.
Hal ini setelah perkara sengketa tanah antara Ahli Waris Pemilik Tanah Bekas Hak Milik Adat atas nama Ibrahim bin Jungkir Dkk melawan Kemenag RI dan enam instansi pemerintah lainnya telah melalui proses pemeriksaan, persidangan, dan akhirnya di putus oleh Majelis Hakim PN Depok dengan amar putusan bahwa tidak ada pihak yang dimenangkan maupun dikalahkan atau NO disebut juga “Niet Onvanklijke Verklaard.”
“Sengketa tanah Bojong telah diputus dan putusannya sudah Inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap,” tegas Divo ketika diwawancarai oleh wartawan dalam sebuah sesi di ruang Humas PN Depok belum lama ini.
Lebih lanjut, Divo menjelaskan bahwa lahan tanah seluas 111 hektar yang diklaim milik ahli waris tanah bekas hak milik adat kampung Bojong-Bojong Malaka harus dikosongkan. Kedua belah pihak, baik Kementerian Agama maupun UIII, maupun pihak ahli waris pemilik tanah adat, dilarang menguasai fisik tanah dan melakukan kegiatan apapun karena statusnya adalah status quo.
“Lahan tanah itu harus dikosongkan. Kementerian Agama atau UIII maupun pihak ahli waris pemilik tanah adat dilarang menguasai fisik tanah dan melakukan kegiatan apapun” jelasnya.
Menanggapi pernyataan Humas PN Depok, Ketua LSM Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT), Yoyo Effendi, menyatakan keprihatinannya atas tindakan Kementerian Agama dan UIII yang terkesan melanggar dan melecehkan hukum.
“Kementerian Agama dan UIII sedang menunjukan kekuasaannya. Kayaknya, bagi mereka hukum itu cuma mainan penguasa. Hukum boleh ditaati kalau menguntungkan kepentingan mereka. Kalau merugikan hukum boleh diabaikan,” ujar Yoyo, wartawan senior yang sedang getol membela rakyat Bojong-Bojong Malaka, Jumat (04/08/2023)
Menurutnya, ahli waris yang menjadi pihak yang berhak atas tanah tersebut bisa saja menduduki dan menguasai lahan, namun karena hukum menghendaki agar tanah tersebut tidak di akses oleh pihak manapun, maka dirinya bersama para ahli waris taat dan menghormati hukum.
“Sejak perkara diputus dan putusannya sudah inkhrah sebenarnya kami bisa saja menduduki dan menguasai tanah kami tersebut. Secara hukum kami sudah diakui sebagai pihak yang berhak atas tanah tersebut meskipun belum sepenuhnya. Kami taat hukum, kami hormati hukum. Hukum menghendaki di tanah objek perkara itu tidak boleh ada kegiatan dari pihak manapun apalagi menguasai lahan. Karena itu kami tidak mau masuk dan menduduki obyek perkara” jelas Yoyo.
“Banyak sih yang menyarankan agar kami menduduki dan menguasai fisik tanah itu. Tapi kami abaikan saran itu karena kami taat dan menghormati hukum. Justru kalau kami lakukan, sama gilanya dong dengan Kemenag dan UIII,” tutur Yoyo.
Menghadapi fakta bahwa Kemenag dan UIII tetap menduduki dan bahkan melakukan kegiatan pembangunan di atas lahan tanah tersebut, Yoyo mengungkapkan bahwa pihaknya bersama ahli waris berencana untuk mengirim somasi kepada Kemenag dan UIII.
“Kami akan segera mengirim somasi kepada Kemenag dan UIII agar menghormati hukum dengan cara keluar dan tidak melakukan kegiatan apapun di atas lahan tanah tersebut,” pungkas mantan Komisioner KPU Depok periode 2008-2013. (Edh)