Pemalang | pikiranrakyat.org – Terkait dengan KUHP baru, penting untuk saya sampaikan, jadi tanggal 6 Desember 2022 DPR telah mengesahkan RUU KUHP rancangan kitab undang-undang hukum pidana menjadi Undang-undang tentang kitab undang-undang hukum pidana, tetapi ini tidak akan segera berlaku baru akan berlaku tiga tahun yang akan datang.
Kenapa kok antara pengesahan menjadi Undang-undang dengan masa berlakunya itu 3 tahun yang akan datang, karena memang banyak hal yang harus dipersiapkan, kalau KUHP baru itu diperlakukan, semua harus dinformasikan, termasuk kepada POLISI sebagai user penegak hukumnya dan juga JAKSA nya.
Hal tersebut disampaikan H. Arsul Sani, S.H., M.Si. selalu Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2019-2024 dalam acara Silaturahmi bersama Wartawan Liputan Pemalang, di Gedung Sasana Bhakti Praja Pemalang pada Sabtu 23 Desember 2022.
Arsul Sani menambahkan Saat pembahasan pembahasan KUHP itu berlangsung sekitar dari tujuh tahun yang lalu, bahkan kalau ditarik jauh lagi itu sudah diajukan di tahun 2012 ketika masa pemerintahan Presiden SBY, tapi ketika 2012 masa pemerintahan Presiden SBY sampai di tahun 2014 baru 10% saja KUHP.
Kemudian pada saat pemerintahan Pak Jokowi itu apa mulai dikerjakan lagi pada pertengahan tahun 2015, maka diajukanlah kembalilah RU KUHP itu.
Dan hal ini adalah undang-undang paling tebal setelah undang-undang omnibus Law Cipta kerja, pasalnya itu waktu diajukan itu ada 786 pasal KUHP, dan kemarin waktu pengesahan menjadi 624 pasal, (banyak juga yang kita coret-coret, kita hapus).
DPR setelah mendengarkan berbagai aspirasi, dari sudut pandang masyarakat yang ingin sampaikan yaitu terkait dengan profesi teman-teman Wartawan, karena pada saat pembahasan kira-kira enam bulan yang lalu, saya kebetulan menjadi anggota panitia khusus dan juga perumus akhir KUHP. DPR terlibat betul dalam soal ini, kami menerima juga masukan dari teman-teman Dewan Pers yang lama ketika masih dipimpin oleh almarhum Pak Prof Azyumardi Azra, ada juga Mas Sapto. Lewat Pansel kami juga memahami bahwa kalau teman-teman Pers, terutama teman-teman wartawan/jurnalis itu tidak boleh diseret terlibat dalam sebagai (katakanlah tersangka atau terdakwa).
Beberapa bisa kami terima, tapi beberapa yang lain harus mendengarkan juga pendapat dari para ahli hukum pidana.
Tapi saya ingin sampaikan secara umum bahwa KUHP ini bukan ancaman, Kenapa….?karena prinsip pertama bagi teman-teman media PERS dan kalau saya bicara PERS adalah penerbitan yang memenuhi syarat undang-undang PERS.
Tapi karena sekarang begitu banyak platform media sosial yang bisa dimanfaatkan, sehingga kadang-kadang masyarakat tidak bisa juga membedakan yang PERS dan bukan PERS.
Teman-teman yang bekerja sebagai jurnalis bisa kita artikan yang memenuhi syarat undang-undang yaitu berlaku Resi tersendiri, artinya kalau ada “katakanlah kesalahan atau kekeliruan yang berlaku itu sudah mudah, sudah masuk dalam Undang Undang PERS”.
Jadi hal hal seperti ini harus diterangkan kepada teman-teman Polisi, makanya waktu yang diperlukan bisa tiga tahun. Ambil satu contoh, misalnya ada pemberitaan, ternyata pemberitaan itu sudah benar mengutip ucapan seseorang, nilai apa yang dikutip tidak di freaming dan tidak disesatkan, dan nara sumbernya memang ngomongnya begitu terus kemudian dimuat di media, maka kalau isi tulisannya tidak sesuai, tidak bisa dipidana, sekali lagi kalau itu memenuhi syarat-syarat sebagai pers menurut undang-undang PERS, jadi yang demikian namanya adalah lex specialis/rezim hukum lex specialis, yang kesemuanya itu nanti kami serahkan kami informasi kan kepada semua polisi di seluruh Indonesia, jadi semuanya mesti hati-hati.
Tapi kenapa kok nggak di sebut saja dan ditegaskan saja “Pekerja Pers/Jurnalis atau wartawan tidak dapat di pidanakan, jelas tidak boleh begitu karena kalau seperti itu nanti bisa dibawa juga dibawa ke tanah MK dan kalau enggak dipakai kemudian dikasih Framework kerangka konstitusionalitas, artinya tidak bisa dipidana, kalau begini kalau begini ya nggak usah ada pasalnya. Maka yang dirugikan kata-kata dengan pernyataan palsu tadi itu kan berhak untuk menyangga, (memberikan hak jawab), dimuat dengan proporsi yang sama, dan itu sudah selesai. Pungkas Arsul Sani. (Eko B Art)