Depok | pikiranrakyat.org – Rokok elektrik telah menjadi tren di kalangan remaja dan generasi muda karena berbagai modifikasinya. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah rokok elektrik ini lebih aman bagi kesehatan dibandingkan rokok konvensional?
Dr. Dimas Dwi Saputro, Sp.A, dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menjelaskan bahwa rokok elektrik memang mengandung lebih sedikit bahan kimia dibandingkan rokok konvensional. Rokok konvensional mengandung sekitar 7.000 bahan kimia berbahaya, beberapa di antaranya bersifat karsinogenik atau dapat memicu kanker.
Salah satu perbedaan utama antara rokok elektrik dan rokok konvensional adalah rokok elektrik menghasilkan aerosol melalui pemanasan cairan. Dr. Dimas menjelaskan bahwa aerosol tersebut juga mengandung zat-zat berbahaya, terutama jika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Aerosol rokok elektrik mengandung nikotin, logam berat seperti timbal, senyawa organik, dan zat-zat penyebab kanker.
Pada Agustus-Oktober 2019, terjadi peningkatan kasus penyakit paru-paru terkait penggunaan rokok elektrik di Amerika yang disebut sebagai Evali (e-cigarette or vaping product use associated lung injury). Kasus ini menyebabkan kerusakan paru-paru yang tidak dapat pulih. Gejala yang muncul antara lain batuk, sesak napas, dan sakit dada. Pada periode tersebut, terdapat 2.051 kasus Evali dan 39 pasien meninggal dunia.
Penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar cairan rokok elektrik yang dianalisis mengandung vitamin E asetat, THC (tetrahidrokanabinol), dan nikotin. Hal ini mengindikasikan bahwa Evali dapat terjadi pada remaja bahkan usia 13 tahun, bahkan jika rokok elektrik tersebut tidak mengandung ganja dan hanya mengandung nikotin.
Survei nasional di Amerika pada tahun 2020 menunjukkan bahwa pengguna rokok elektrik, terutama remaja dan dewasa muda, lebih rentan terhadap Covid-19. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat pandemi yang sedang berlangsung.
Berdasarkan temuan ini, Dr. Dimas menekankan bahwa rokok elektrik memiliki efek samping berbahaya bagi sistem pernapasan dan sistem tubuh lainnya. Penggunaan rokok elektrik dapat meningkatkan risiko komplikasi respiratorik dan menyebabkan inflamasi sistemik serta disfungsi endotel, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Dr. Dimas menyarankan agar remaja dan orang dewasa tidak mencoba-coba menggunakan rokok elektrik jika mereka sebelumnya tidak pernah menggunakan produk tembakau. Penggunaan rokok elektrik sebaiknya hanya dipertimbangkan sebagai alternatif bagi mereka yang ingin berhenti merokok konvensional. Namun, efektivitas rokok elektrik dalam membantu menghentikan kebiasaan merokok masih menjadi subjek penelitian para ilmuwan.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk memahami bahwa meskipun rokok elektrik memiliki kelebihan dalam hal mengurangi jumlah bahan kimia berbahaya, mereka tetap mengandung risiko serius bagi kesehatan kita. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjaga kesehatan dan menghindari penggunaan rokok elektrik atau tembakau dalam bentuk apa pun. (In)