pikiranrakyat.org – Peretasan oleh kelompok Labyrinth Chollima, yang diduga memiliki dukungan pemerintah Korea Utara, terhadap perusahaan manajemen IT Amerika Serikat (AS) dan selanjutnya menargetkan perusahaan cryptocurrency, menjadi sorotan peristiwa dalam dunia keamanan siber. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan di kalangan perusahaan dan pakar keamanan siber, mengingat peretasan semacam ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi korban.
Peretasan itu terjadi pada perusahaan JumpCloud, yang berkantor pusat di Louisville, Colorado, pada akhir Juni. Labyrinth Chollima berhasil mendapatkan akses ke sistem perusahaan tersebut dan kemudian menggunakan akses ini untuk menyerang sekitar 5 klien JumpCloud yang merupakan perusahaan cryptocurrency. Akibatnya, para klien tersebut berada dalam risiko potensial kehilangan mata uang kripto mereka.
CrowdStrike Holdings, sebuah firma keamanan siber, berhasil mengidentifikasi pelaku sebagai kelompok peretas yang dikenal dengan nama “Labyrinth Chollima.” Kelompok ini diduga beroperasi atas nama Korea Utara dan diduga memiliki hubungan dengan Biro Umum Pengintaian Korea Utara (RGB), badan intelijen utama negara tersebut. Labyrinth Chollima terkenal sebagai salah satu kelompok peretas paling produktif di Korea Utara dan seringkali terlibat dalam intrusi dunia maya yang berani dan mengganggu di negara tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir, peretasan terhadap perusahaan cryptocurrency telah menyebabkan kerugian yang signifikan. Dalam satu laporan, perusahaan analitik Blockchain, Chainalysis, mencatat bahwa kelompok yang terkait dengan Korea Utara berhasil mencuri sekitar USD 1,7 miliar (setara dengan Rp 25,5 triliun) dari uang tunai digital melalui berbagai serangan peretasan.
Peristiwa ini mencerminkan pentingnya perlindungan data dan keamanan siber yang kuat dalam bisnis yang berhubungan dengan cryptocurrency. Perusahaan dan pelaku industri harus meningkatkan langkah-langkah keamanan mereka untuk melindungi aset digital dan data pelanggan dari serangan peretas yang semakin canggih.
Pemerintah AS dan lembaga keamanan siber internasional perlu mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam mendeteksi, mencegah, dan menanggapi serangan siber semacam ini. Upaya kolaboratif antarnegara dan antarindustri sangat penting untuk melawan ancaman siber yang semakin kompleks dan merusak.
Di samping itu, para pengguna cryptocurrency juga perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keamanan digital pribadi. Dengan mengambil langkah-langkah keamanan yang tepat, seperti penggunaan otentikasi dua faktor dan menyimpan kunci pribadi dengan aman, mereka dapat membantu mengurangi risiko menjadi korban peretasan.
Secara keseluruhan, kejadian ini menunjukkan bahwa ancaman siber terhadap perusahaan dan cryptocurrency tidak boleh diabaikan. Semua pihak terlibat harus bersatu untuk menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan andal bagi para pengguna dan bisnis. Keamanan siber harus dianggap sebagai prioritas utama untuk melindungi aset digital dan informasi rahasia dari peretasan yang dapat mengancam keberlangsungan bisnis dan keuangan. (In)
 dan selanjutnya menargetkan perusahaan cryptocurrency, menjadi sorotan peristiwa dalam dunia keamanan siber. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan di kalangan perusahaan dan pakar keamanan siber, mengingat peretasan semacam ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi korban.){kind=link}