Jakarta | pikiranrakyat.org – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufon, yang belum berusia 50 tahun agar dapat kembali menjabat sebagai pimpinan KPK. Keputusan ini berseberangan dengan ketentuan UU KPK yang mensyaratkan bahwa usia minimal seorang pimpinan KPK adalah 50 tahun.
“Mengabulkan permohonan pemohon”, ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan chanel YouTube MK, Kamis (25/5/2023).
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga yang memiliki peran strategis dalam upaya pemberantasan korupsi dan termasuk dalam kategori dukungan konstitusional. KPK juga diharapkan memiliki independensi dan kebebasan dari pengaruh kekuasaan manapun. MK berpendapat bahwa aturan yang mengharuskan Nurul Ghufron menunggu hingga mencapai usia 50 tahun bersifat diskriminatif.
“Meskipun berkaitan dengan usia minimal dan minimal, namun secara implisit norma a quo bersifat menimbulkan ketidakadilan dan bersifat diskriminatif. Harus dipandang bahwa ketika pemohon mendaftar, telah dapat memperkiratan kemungkinan jika kelak pemohon akan mendaftar kembali sebagai pimpinan KPK untuk periode kedua”, terang Hakim MK Guntur Hamzah.
Seperti yang diketahui, Nurul Ghufron mengajukan uji materi terhadap ketentuan batas usia bagi pimpinan KPK yang terdapat dalam Pasal 29 huruf (e) UU KPK. Awalnya, aturan tersebut mensyaratkan bahwa usia pimpinan KPK minimal 40 tahun dan maksimal 65 tahun. Namun, setelah adanya perubahan, persyaratan tersebut diubah menjadi usia minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun. Akibatnya, Nurul Ghufron yang belum mencapai usia 50 tahun tidak bisa mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK untuk periode berikutnya.
“Dengan demikian sangat jelas pemohon saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK terugikan hak konstitusionalnya dan mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK untuk periode selanjutnya”, jelas pengacara Nurul Ghufron, Walidi.
Walidi juga menjelaskan bahwa klien mereka telah kehilangan haknya, seperti tidak mendapatkan perlakuan yang sama di pemerintahan, tidak mendapatkan kepastian hukum yang adil, serta tidak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Selain itu, Nurul Ghufron juga kehilangan haknya untuk memperoleh pekerjaan dengan perlakuan yang adil sesuai dengan berlakunya Pasal 29 huruf (e) UU KPK.
“Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK inkonstitusional secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak juga terdapat ketentuan ‘berpengalaman sebagai Pimpinan KPK’ pada Pasal 29 huruf (e) UU KPK”, tandasnya.(Arf)