JAKARTA | Pikiranrakyat.org – Gelombang protes keras datang dari berbagai organisasi pers terhadap seorang oknum bernama A, yang diduga telah melakukan penghinaan, pelecehan, hingga pencemaran nama baik profesi jurnalis melalui media sosial. Akibatnya, sejumlah perwakilan organisasi wartawan resmi melaporkan A ke Polda Metro Jaya, Jumat (13/6/2025).
Sebagai informasi, laporan tersebut teregister dengan Nomor: STTLP/B/4016/VI/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA dan diikuti langsung oleh perwakilan dari Aliansi Wartawan Indonesia Bangkit Bersama (AWIBB), PWI Bekasi Raya, Perkumpulan Pemimpin Redaksi Independen (PPRI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Bekasi, Media Online Indonesia (MOI) Bekasi Raya, Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia Korwil Bekasi Raya, serta IWO Indonesia (IWOI).
Ketua AWIBB Jawa Barat, Raja Simatupang, yang menjadi pelapor, menyebutkan bahwa pernyataan-pernyataan A di media sosial telah menyulut kegaduhan dan menimbulkan persepsi publik yang keliru terhadap insan pers.
“Narasi yang disebarkan A tidak hanya berbau hoaks dan fitnah, tapi juga melecehkan profesi jurnalis secara terang-terangan. Ini bukan lagi kritik, tapi provokasi,” tegas Raja usai membuat laporan di Mapolda Metro Jaya, melalui release FWJ, Minggu (15/6/2025).
Mengenai dugaan informasi hoaks dan fitnah di medsos, Suranto, S.H., selaku kuasa hukum pelapor, menyambut positif diterbitkannya laporan polisi tersebut. Menurutnya, langkah ini mencerminkan respons cepat dan presisi dari institusi kepolisian dalam menindaklanjuti aduan masyarakat.
“Kami melaporkan A atas dugaan pelanggaran pasal 311 KUHP tentang fitnah dan pasal 315 KUHP tentang penghinaan. Tindakan A telah merusak reputasi profesi jurnalis tanpa dasar hukum dan bukti yang sah,” ujar Suranto.
Ia menambahkan bahwa pelaporan ini telah dikawal oleh Kantor Advokat & Konsultan Hukum Suranto, S.H. & Partners, yang mendapat kuasa penuh dari para pelapor. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Profesi wartawan dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jika ada yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, mekanismenya adalah melalui hak jawab dan klarifikasi, bukan melaporkan secara membabi buta ke kepolisian,” lanjut Suranto.
Lebih lanjut, ia menyinggung kebiasaan A yang disebut-sebut telah membuat lebih dari 40 laporan polisi dalam kurun waktu dua tahun terakhir, banyak di antaranya menargetkan jurnalis, advokat, hingga pimpinan organisasi pers.
Tri Wulansari, pengurus FWJ Indonesia Korwil Bekasi Raya, turut angkat bicara. Ia mengecam keras manuver A yang dianggap berusaha membenturkan jurnalis dengan aparat penegak hukum (APH).
“Hubungan jurnalis dan APH itu ibarat senyawa, saling mendukung dan bersinergi. Tapi A justru memicu kecurigaan dan ketegangan dengan mudahnya melapor tanpa dasar yang kuat,” katanya.
Wulan juga mengungkap dugaan adanya tekanan dari A kepada penyidik di Polres Bekasi Kabupaten. Ia menilai A mencoba mengintimidasi aparat dengan ancaman pelaporan ke Propam jika laporannya tidak ditindaklanjuti.
“Kalau benar demikian, ini sangat berbahaya. Jangan sampai lembaga hukum dijadikan alat untuk mengintimidasi pihak-pihak yang menjalankan tugas secara profesional, termasuk wartawan,” tegasnya. (RN)