Pemalang | pikiranrakyat.org – Bisakah Limbah Minyak Jelantah Menjadi Penghilang Noda di Pakaian…? Kegiatan memasak menjadi aktivitas rumah tangga sehari-hari yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penggunaan minyak goreng untuk memasak terus meningkat, apalagi bagi bisnis kuliner.
Minyak goreng yang telah digunakan sebanyak lebih dari dua atau tiga kali penggorengan akan menjadi limbah domestik karena dapat merusak lingkungan dan menimbulkan sejumlah penyakit. Hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian yang menyatakan bahwa minyak jelantah mengandung senyawa karsinogenik (akrilamida, radikal bebas, dan asam lemak trans) yang merupakan zat pemicu pertumbuhan sel kanker, pemicu obesitas, dan penyakit jantung. Hal tersebut disampaikan Yohanes Calvin selaku ketua tim koordinator KKN kelurahan Sugih Waras kecamatan Pemalang, Sabtu (29/07/2023).
Yohanes Calvin juga menambahkan keterangannya bahwa Kami yang tergabung dalam dua belas mahasiswa KKN Tematik UNDIP bersama Dosen Pendamping Lapangan Fahmi Arifan, S.T., M.Eng dan drh. Siti Susanti, Ph.D. melakukan survei dalam Pelatihan “Recycling Minyak Jelantah menjadi Sabun Cuci” untuk mengetahui wawasan Ibu-Ibu Kader Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kelurahan Sugihwaras.
Dan pada saat kegiatan pelatihan juga dihadiri ibu ibu PKK setempat, dari hasil survei dilapangan dari 14 Ibu-Ibu yang hadir, ada 3 orang saja yang tidak membuang minyak jelantah ke lingkungan dan 11 lainnya membuangnya begitu saja.
“Berkenaan dengan hal ini, melalui pelatihan kami melibatkan seluruh Kader PKK desa Sugih Waras sangat setuju untuk memanfaatkan minyak jelantah menjadi sabun supaya tidak dibuang begitu saja ke lingkungan, serta meningkatkan keterampilan mereka,” ujar Calvin.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Pembimbing juga menyampaikan bahwa Kami mendelegasikan tim KKN mengambil langkah bersama untuk hal ini “Alasan kami mengajak warga mengolah minyak jelantah karena minyak jelantah ini masuk dalam kategori limbah.
“Artinya, tidak boleh dibuang sembarangan ke lingkungan karena kandungan bahan organik dan lemak yang sangat tinggi yang dapat merusak kesuburan tanah dan menurunkan kualitas air,” jelas Fahmi Arifan, S.T., M.Eng dan drh. Siti Susanti, Ph.D, selaku dosen Pembimbing.
Lebih lanjut Fahmi Arifan juga menerangkan Pemaparan Materi Mengenai Bahaya Limbah Minyak Jelantah, “sebab setelah dilakukan survei pendahuluan dan dilanjutkan penyampaian materi untuk selanjutnya memberikan wawasan pada Ibu-Ibu yang hadir akan pentingnya mengelola limbah minyak jelantah dan banyaknya dampak negatif dari minyak jelantah tersebut yang dilanjutkan demonstrasi pembuatan sabun dari minyak jelantah.” Pungkas Fahmi Arifan.
Dalam kegiatan itu, Ibu-ibu yang hadir dibagi menjadi 3 kelompok (masing-masing 4-5 orang) untuk berpartisipasi aktif untuk melakukan praktek bersama menggunakan alat dan bahan yang telah disediakan. Produk ini hanya menggunakan 3 bahan dasar, yakni minyak jelantah, soda api (NaOH) dan air mineral.
“Minyak jelantah yang digunakan sudah dijernihkan terlebih dahulu dengan menggunakan arang selama kurang lebih 24 jam. Kemudian ketiga bahan tersebut ditimbang dengan takaran yang sesuai dan kemudian dicampurkan. Secara kimiawi proses yang terjadi saat pencampuran bahan adalah reaksi saponifikasi, yakni reaksi asam lemak dengan alkali (NaOH atau KOH) sehingga menghasilkan saponin (sabun),” sambung drh. Siti Susanti, Ph.D.
Brosur Tahap Pembuatan Sabun
Produk sabun yang dibuat dari minyak jelantah ini dapat digunakan ± 3 minggu supaya pH dari sabun cenderung aman untuk kulit. Sabun ini sangat efektif untuk membersihkan noda-noda membandel daripada sabun pada umumnya. Namun, sabun tersebut tidak disarankan untuk digunakan sebagai sabun badan dengan alasan keamanan.
“Saya mau mengajak masyarakat di RW 03 untuk mengumpulkan limbah minyak jelantah masing-masing, dan membuatnya bersama saat kegiatan rutin Ibu-Ibu PKK. Proses pembuatannya sangat mudah, dan murah, sehingga bisa menghemat pengeluaran untuk membeli sabun cuci,” pungkas Siti Susanti. (Eko B Art)